Rabu, 30 Oktober 2013

Fokus

Mari kita belajar dari detik-detik yang kita lalui. Sepersekian detik sangat memiliki arti yang sangat dalam bagi mereka yang berada dalam kondisi menegangkan. Seperti saat seorang ibu melahirkan bayi, selamat dari suatu musibah, orang-orang yang berjuang menguras keringat demi keluarganya, seorang anak yang berusaha meraih prestasinya untuk menjadi kabar yang menggembirakan bagi kedua orang tuanya, saat orang mencari peruntungan, ataupun orang yang sedang dalam masa sakit kritis dan semacamnya. Sehingga membuat orang tersebut memiliki rasa syukur yan sangat dalam kepada Tuhan karena telah diberi sesuatu seolah-olah suatu mukjizat yang sangat besar. Itulah keadaan saat orang mengalami kejadian yang menegangkan, mencekam, menakutkan. Bagaimana dengan orang-orang yang masih terbuai dalam kesenangannya, keberuntungannya, kebahagiannya? Itulah anugerah sekaligus tantangan yang patut dihadapi. Tentunya kedua hal yang telah saya bahas sebelumnya sudah menjadi bahan pokok dalam pikiran kita. Tetapi mengapa kita seolah-olah melupakannya? Padahal itulah energi yang maksimum dalam menyuplai dan meng-upgrade otak kita.

Tindakan yang harus kita lakukan dari permasalahan pada paragraf pertama adalah memaafkan diri sendiri dan orang lain atas kesalahan diri kita baik yang kita lakukan pada diri kita sendiri maupun kepada orang lain. Jika kita sanggup mengurutkan kejadian yang pernah kita alami, kita akan tersenyum, menangis, tertawa sendiri, bahkan kita merasa malu dengan diri kita sendiri. Betapa anehnya diri kita. Tetapi untuk apa kita melihat kembali ke belakang untuk melihat masa lalu kita yang sudah tidak terang oleh cahaya, padahal di depan kita cahaya terang telah menuntun kita menuju masa depan. Ada satu hal yang perlu menjadi pedoman kita yaitu masa lalu kita biarlah menjadi masa yang gelap, tetapi tidak lupa untuk menjadikan bumbu masa lalu untuk racikan masa depan kita.

Racikan ataupun formula masa depan kita akan terbentuk dengan kita memahami, menghayati, merenungkan, memikirkan, mengilhami, memfokuskan, dan tentunya tidak lupa untuk mengikhtiarkannya. Sejalan dengan usaha tersebut yang terpenting adalah mensyukuri yang telah Allah berikan. Entah bagaimana Anda melakukannya, itu semua tergantung dengan cara Anda. Kita  bisa bersyukur dengan mengucapkan Alhamdulillah, sujud syukur, meningkatkan kualitas ibadah, meningkatkan kualitas diri kita,  lebih termotivasi untuk melakukan yang lebih baik. Sebab orang yang hari ini lebih baik dari kemarin adalah golongan orang yang beruntung dan mendapatkan kenikmatan yang lebih besar dari jalan yang tidak diduga-duga yang kita tidak mampu untuk melogikanya. Yang terpenting adalah rasa syukur yang tulus dari hati kita.


Kunci dari semua itu adalah bersyukur, saat kita mendapat kesedihan ataupun kesenangan. Janganlah kita terlarut dalam kesedihan yang tiada berujung ataupun kesenangan yang mengalir deras. Sehingga kita harus waspada dengan diri kita yang labil. Sebenarnya kehidupan yang kita jalani adalah sangat sesuai dengan yang kita impikan. Hanya pikiran kita saja yang menghalangi kreativitas kita. Sebab yang membuat kita merasa sedih atau senang adalah pikiran kita yang terbiasa dengan kata-kata itu. Sebagai seorang manusia, kita buka gerbang kreativitas kita karena di dalamnya banyak sekali inspirasi yang mengalir deras. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah" Pramoedya Ananta Toer (Rumah Kaca, hlm. 352)